Jakarta- Komponen bangsa harus mengaktulisasikan nilai Pancasila untuk menghadang paham radikalisme dan penyebaran paham anti Pancasila di Indonesia, sebab saat ini paham radikal sudah menyebar di berbagai sektor kehidupan bernegara.
Demikian disampaikan, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo, Rabu (06/01/2020), sebab radikalisme menganggap kebenaran itu absolut.
“Radikalisme itu sudah sampai tahap lampu merah, sehingga kita perlu warning dan lakukan pencegahan. Radikalisme itu seolah-olah dirinya paling benar, dan yang lain salah. Di negara yang majemuk ini, enggak bisa seperti itu", tegasnya.
Kemudian, Bahaya radikalisme itu adalah memanipulasi agama untuk kepentingan merebut kekuasaan sesaat. Kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah (pemda) sepatutnya menelusuri rekam jejak aparatur masing-masing.
Hal ini bertujuan agar tidak terkontaminasi paham radikalisme. Salah satu caranya melalui rekam jejak digital, sebab dari jejak digital itu orang bisa tahu bagaimana orang itu mendukung radikalisme atau tidak.
Selain itu, keadilan sosial harus tercemin dalam politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan. Keadilan butuh hukum yang mempunya nilai-nilai yang berpihak keadilan harus tercermin dalam semua aspek termasuk keamanan.
"Anggota DPR, TNI dan Polri, serta lembaga strategis pun berkewajiban melakukan pencegahan radikalisme. Seleksi ketat perlu dilakukan, dan tidak bergantung pada sumpah dan janji semata. Untuk pejabat negara itu harus ada rekam jejak dan jejak digitalnya. Wajib menjadi prioritas utama", katanya
Lanjutnya, Kalau hukum itu berlaku untuk semuanya, maka ujaran kebencian, intoleransi itu tidak bertumbuh berkembang. Dengan sendirinya radikalisme itu teratasi. Sumber dari segala hukum kan Pancasila. Pancasila harus menjadi pedoman hidup bagi semua warga negara.
Hal lain disampaikan adalah aktualisasi nilai Pancasila dalam sangat ampuh dalam memerangi paham radikalisme. Aktualisasi Pancasila adalah cara untuk memerangi radikalisme khususnya nilai ketuhanan. Setiap orang menyakini Tuhan nya pasti akan mencinta sesama dan memperlakukan sesama sebagai saudara bukan menyakiti.
“Ketuhanan yang Maha Esa dijadikan sila pertama karena membela kebenaran, keadilan, kejujuran. Ini yang harus menjadi titik tolak dalam kehidupan. Selian itu, sejak lahir bangsa indonesia sudah terbiasa dan menjadi roh bagi bangsa Indonesia,” ujar Benny.
Sementara itu, Anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin menyatakan sangat berbahaya jika para penganut paham radikalisme mendapat kursi strategis atau sebagai pengambil kebijakan.
“Landasan ideologi bangsa adalah Pancasila dan UUD 1945. Intelijen perlu melakukan pengawasan dan tindakan dari awal,” katanya.
Dia menuturkan, setiap anggota DPR telah melalui seleksi ketat. Diungkapkan, sebelum dilantik para anggota DPR juga diwajibkan mengikuti pendidikan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
“Untuk menjadi calon anggota legislatif lalu kemudian terpilih sebagai anggota DPR itu seleksinya sangat ketat,” ucap wakil ketua DPR tersebut.
Azis menyatakan DPR juga selalu berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri terkait upaya mencegah penyebaran radikalisme dan terorisme.
“Kami selalu berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan instansi BIN, karena regulasi hukum itu berkembang dan bertumbuh, sehingga dilakukan perubahan-perubahan jika dipandang perlu,” imbuhnya. (Red).