Jakarta - Indonesia merupakan negara hukum. Oleh karena itu, hukum harus dipatuhi dan ditegakkan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan amanat UU yang harus ditegakkan.
Demikian ditegaskan Presiden Republik Indonesia, Ir Joko Widodo usai berolah raga sepeda di Istana Kepresidenan Bogor, Minggu (12/12/2020), dalam menanggapi peristiwa yang terjadi dalam Minggu terakhir ini yaitu tewasnya 4 warga sipil dan 6 orang anggota Front Pembela Islam (FPI).
Dijelaskannya, bahwa sebelum amandemen UUD 1945, yang berbunyi bahwa "Indonesia adalah negara yang berdasar atas negara hukum". Sedangkan setelah dilakukannya amandemen UUD 1945 yaitu "Negara Indonesia adalah negara hukum.". Secara tegas sudah menjadi kewajiban penegak hukum untuk menegakkan supremasi hukum secara adil.
“Saya tegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hukum harus dipatuhi dan ditegakkan untuk melindungi kepentingan masyarakat, melindungi kepentingan bangsa dan negara. Sudah merupakan kewajiban aparat penegak hukum untuk menegakkan hukum secara tegas dan adil. Aparat hukum dilindungi oleh hukum dalam menjalankan tugasnya,” ujarnya.
Berdasarkan hal itu, masyarakat tidak diperbolehkan untuk bertindak semena-mena dan melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan masyarakat, apalagi bila perbuatannya itu sampai membahayakan bangsa dan negara. Aparat hukum juga tidak boleh gentar dan mundur sedikitpun dalam melakukan penegakan.
Namun, dalam menjalankan tugasnya, Presiden mengingatkan aparat penegak hukum pun harus mengikuti aturan hukum, melindungi hak asasi manusia, dan menggunakan kewenangannya secara wajar dan terukur.
“Jika terdapat perbedaan pendapat tentang proses penegakan hukum, saya minta agar gunakan mekanisme hukum,” sebut presiden.
Menangapi statment Jokowi tersebut Pakar Komunikolog Indonesia, Emrus Sihombing menghimbau kepada seluruh pihak untuk menghargai proses hukum yang tengah berlangsung.Terlepas dari pandemi (COVID-19), intervensi terhadap proses hukum oleh siapapun dalam bentuk apapun tidaklah dibenarkan.
Dijelaskannya, pelarangan berkerumun yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Satgas Penanganan COVID-19, adalah bentuk kecintaan pemerintah terhadap rakyatnya. Pemerintah tidak ingin rakyatnya terkena virus corona, jadi dilarang untuk berkerumun, sesama masyarakat juga harus saling melindungi dari COVID-19 ini.
Lebih lanjut, Emrus mengatakan jika pemerintah saja menyangi masyarakatnya, seharusnya masyarakat lebih menyayangi dirinya dan keluarganya. Tindakan nyata dari kasih saying itu, diwujudkan dengan tidak berkerumun yang berpotensi menimbulkan penularan COVID-19 dari satu orang ke orang lain, dan akhirnya membawa COVID-19 ke rumah serta menularkan keluarga mereka.
Dosen Universitas Pelita Harapan (UPH) itu dengan tegas mengutip kata-kata yang sering diucapkan oleh Presiden dan Kapolri, “Salus Populi Suprema Lex Esto, keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi,”.
"Jika aksi demonstrasi tetap hendak digelar, sebaiknya digelar secara daring atau online dengan memanfaatkan aplikasi rapat daring yang ada", imbuhnya.(*)